Baca Juga

         Dalam kerangka dimensi-dimensi sosial masyarakat, akan  selalu terkait dengan politik. Dimensi politik dalam masyarakat, menurut Franz Magnis Suseno (1991) nkan mencakup lingkaran-lingkaran kelembagaan hukum dan negara serta sistem-sistem  nilai dan ideologi-ideologi  yang  memberikan  legitimasi ” kepadanya.
          ” Sepintas lalu, pernyataan di atas memberikan alasan kemustahilan jika masyarakat terpisah dengan politik. Politik dan ” masyarakat, atau sebaliknya, adalah dua sisi mata uang; kendati saling berbeda titik tekannya namun ia tak mungkin terpisahkan ” dalam realitas sosialnya, baik untuk jangka pendek maupun untuk 1 jangka panjang, baik pada lingkup individu maupun kelompok.
Menurut Deliar Noer terdapat hubungan masyarakat dengan  politik pada aspek kekuasaan. la menegaskan bahwa prasyarat “; adanya kekuasaan ditengah masyarakat kecuali adanya masyarakat yang menguasai pada satu pihak dan adanya ” masyarakat yang dikuasai pada pihak lain. Suatu pengaruh atau ” wibawa seseorang yang menguasai dibentuk dan diberikan oleh orang-orang yang dikuasainya.
Pendapat di atas menggambarkan hubungan masyarakat I dengan politik pada aspek kekuasaan. la menegaskan bahwa prasyarat adanya kekuasaan ditengah masyarakat kecuali adanya : masyarakat yang menguasai pada satu pihak dan adanya masyarakat yang dikuasai pada pihak lain. Suatu pengaruh atau wibawa seseorang yang menguasai dibentuk dan diberikan oleh , orang-orang yang dikuasainya.
Pengertian di atas tidak semata merujuk kepada masyarakat modern, melainkan menunjukkan pula kepada masyarakat tradisional yang telah terjadi secara turun-temurun sepanjang sejarah kehidupan manusia. Hubungan itu tentu pula berada dalam unit yang sekecil-kecilnya, seperti kita kenal dalam Islam bahwa apabila ada tiga orang bepergian maka hendaklah ditunjuk salah satunya jadi pemimpin. Cerminan doktrinal Islam tersebut merefleksi kepada apa yang disebut pemimpin keluarga, pemimpin Rukun Tetangga, begitu seterusnya sampai kita jumpai pemimpin negara.
Hubungan masyarakat dan politik dilihat dari kegunaannva memiliki makna pengaturan. Seperti disebut oleh Franz Magnis Suseno (1991 : 20), hubungan itu mempunyai dua sesi fundamental. Pertama, manusia adalah makhluk yang tahu dan mau. Kedua, makhluk yang selalu ingin mengambil tindakan. Dalam upaya pengaturan hasrat (tahu, mau dan tindakan) itu diperlukan suatu lembaga pengaturan dengan jenisnya yang bermacam-macam : ada yang disebut kerajaan, negara, kabilah dan lain sebagainya.
Apa yang ditegaskan Suseno itu mencirikan suatu hubungan masyarakat dan politik ke dalam bentuk, singkatnya adalah negara.’ Dengan adanya negara menunjukkan adanya keterikatan seseorang pada peraturan-peraturan yang berlaku, peraturan-peraturan secara umum maupun secara khusus. Undang-undang perpajakan, penghasilan, undang-undang tentang organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan; undang-undang larangan terhadap berdirinya partai komunis; dan lain sebagainya merupakan aturan-aturan yang muncul dari rahim negara (dibuat oleh pemerintah) untuk menciptakan tertib berpolitik di antara masyarakat dari lapisan yang terendah-rendahnya kepada lapisan yang setingi-tingginya.
Secara deskriptif Soemarsaid Moertono (1985) melukiskan peranan negara dalam masyarakat, sebagai ber’kut.
“Tak ada ruang bagi penyesuaian sekehendak hati maupun timbal balik atau suatu perdamaian/kerukunan dan mencocokkan yang menyenangkan; sebaliknya, alam semesta diatur dengan ketentuan-ketentuan yang keras dan tegar tanpa   ampun. 
Penyimpangan  dari  padanya  akan menimbulkan serangkaian reaksi yang mungkin sampai kepada hal-hal yang mencelakakan. Dan sini jarak sudah pendek sekali untuk sampai pada keyakinan akan berlakunya nasib. Karena itulah orang jawa tidak akan menganggap negara telah memenuhi kewajiban-kewajibannya bila ia tidak mendorong suatu ketentraman batiniah (tentrem, kedamaian dan ketenangan hati)  maupun mewujudkan tata tertib formal seperti peraturan negara.”
Kutipan di atas menunjukkan, bahwa politik (negara) selalu berhuhungan dengan masyarakat dalam pengertiannya yang amat kompleks dan menveluruh. la tidak hanya berhubungan dengan pengtituran-pengaturan yang sifatnva profan (nampak), bahkan persoiilan ketentraman dan kedamaian batiniah sekiilipun sepenuhnya merupakan tanggung jawab negara. Kendati yang dicontohkan dalam kutipan di atas adalah masyarakat Jawa, namun negara-negara tradisional dan modern dimanapun lebih kurang akan memiliki hubungan yang sama; bahwa demikian kompleksnva hubungan negara (politik) dengan masyarakat.
Dengan kata lain, setiap anggota masyarakat tidak dapat melepaskan diri dari ikatan-ikatan peraturan-peraturan yang diadakan oleh negara. Secara umum juga dapat dikatakan bahwa seseomng jelas-jelas tidak dapat menghindarkan dari hidup bernegara. Sebab, jangankan masih hidup, ketika ia meninggal saja ia tetap berhubungan dengan negara, yakni dengan izin penguburannva misiilnya. Inilah yang menunjukkan pentingnya negara yang terkadang dapat lebih besar hubungannya ketimbang peran organisasi subordinatnva seperti perkumpulan olahraga atau organisasi politik (partai) dan organisasi kemasyarakatan.
Eratnya hubungan masyarakat dan politik, juga digambarkan oleh Stevan Lukes (dalam Miller & Seidcntof, e.d., 1986) sebagai ‘berikut.
“Mengapakah seseorang harus membentuk suatu ikatan terhadap aparat administratif yang memonopoli kekuasaan sah dalam wilayah tertentu? Simbol-simbol seperti akan bersatu dalam kehidupan hanya apabila mereka menjadi simbol-simbol negara; yang penting bukanlah mesin pemerintahan melainkan bahwa orang harus mempunyai rasa untuk berbagi nasib politik dengan orang lainnya, suatu keinginan untuk bersatu dengan mereka secara politis dalam suatu negara dan kesiapan untuk terikat pada tindakan politik bersama.” llustrasi tersebut menjelaskan bahwa hubungan politik dan masyarakat sangat berarti untuk terdapatnya masyarakat bersatu serta agar masyarakat memiliki identitas diri yang mendorong rasa memiliki terhadap identitas bersamanya itu (nasionalisme) Secara sederhana hubungan itu dapat dirinci sebagai berikut:
1. Sebagai simbol kebersamaan
2. Sebagai wujud identitas bersama
 3. Sebagai wahana tumbuhnva perasaan dan senasib
4. Sebagai wahana ikatan dalam bertindak.
Maka politik, dalam kerangka kecil maupun besar akan mengarahkan fungsi-fungsi hubungan antara anggota masyarakat sehingga setiap diri masyarakat selalu mendapatkan kesempatan, peluang, wadah aktualitas, pengaturan dan penerbitan. Bahwii secara ekstrim, melalui hubungan masvarakat dan politik dapat menimbulkan suatu permusuhan dan peperangan andai hubungan itu dilepaskan dari kerangka-kerangka nilai  yang berlaku di tengah masvarakat.
Perang dunia I dan dunia II yang disusul dengan Perang dingin ( Ketegangan hubungan antara kekuatan liberal dan komunis ) sesungguhnya merupakan refleksi hubungan masyarakat (dunia) dengan politik. Tetapi politik tersebut telah ternodai oleh lepasnya ikatan-ikatan moral dan telah lepas dari substansi politik dalam fungsinya untuk tertib bermasvaraka.t, sehingga politik pada akhirnya berekses pada pemusnahan suatu masvarakat oleh masyarakat yang lainnya. Namun demikian, hal ini tetap harus diakui sebaga; hubungan antara masyarakat dan politik, kendati pada kerangka nilai harus dipisahkan mana hubungan yang dapat dibenarkan dan mana hubungan vang tidak terpuji. Namun seperti diungkapkan oleh Carlto J.H. Hayes (1950: 128), untuk menghindari pertentangan nilai dalam hubungan itu, maka hubungan masyarakat dan politik dapat dirumuskan sebagai kekuatan yang memupuk simpati antar anggota masyarakat seperti pengabdian bersama, perbaikan dan pembaharuan serta rasa pembelaan kepada wilayah, kebudayaan dan kekayaan alam lingkungannya.

Artikel Terkait:


BAHAN BACAAN

Alfian, 1986, Masalah dan prospek Pembangunan Politik Di Indonesia,       Jakarta : Gramedia.
Almond, Gabriel A., 1990, A Discipline Devided: School and Sects in Political Science, New Park London, New Delhi: Sage Publication.
Balandier, Georges, 1986, Antropologi Politik Jakarta : Rajawali Pers.
Bottomore, Tom, 1992, Sosiologi Politik, Jakarta, Rineka Cipta.
Budiharjo, Meriam, 1992, Dasar-dasar ilmu Politik, Jakarta, Gramedia.