Baca Juga
Keywords
Administrasi Negara
Administrasi Publik
Perkembangan Paradigma Administrasi Negara
Pada prinsipnya ilmu pengetahuan itu bersifat nisbi, ia dapat berubah atau berkembang kapan dan dimana saja. Perubahan atau perkembangan inilah yang disebut dengan paradigma. Menurut Thomas Khun (dalam Keban, 2008:31) mengatakan bahwa paradigma merupakan suatu cara pandang, nilai, metode-metode, prinsip dasar, atau cara memecahkan suatu masyarakat ilmiah pada suatu masa tertentu. Administrasi negara sebagai suatu disiplin ilmu tidak terlepas dari perubahan dan perkembangan paradigma itu sendiri. Dilihat dari sejarah perkembangannya paradigma administrasi negara telah mengalami kemajuan yang pesat. Perubahan dan kemajuan paradigma administrasi negara bukan hanya melanda Indonesia tetapi seluruh dunia termasuk negara-negara maju sekalipun.
Perkembangan atau pergeseran paradigma secara garis besar dikemukakan Keban (2008:31), bahwa telah terjadi lima paradigma dalam administrasi negara, diuraikan sebagai berikut:
Paradigma I (1926-1990), dikenal sebagai paradigma Dikotomi Politik dan Administrasi. Pemisahan antara politik dan administrasi dimanifestasikan oleh pemisahan antara legislatif yang bertugas mengekspresikan kehendak rakyat, dengan badan eksekutif yang bertugas mengimplementasikan kehendak rakyat. Badan Yudikatif dalam hal ini berfungsi membantu badan legislatif dalam menentukan tujuan dan merumuskan kebijakan. Senada dengan itu Ibrahim (2009:5), fokus administrasi negara terbatas pada masalah-masalah organisasi pemerintahan, sedangkan masalah pemerintahan, politik, dan kebijakan merupakan subtansi ilmu politik.
Sebagai Tonggak sejarah yang dapat dipergunakan sebagai momentum fase paradigma ini ialah tulisan dari Frank J. Goodnow dan Lenald D. White (dalam Thoha:2010:18), bahwa didalam bukunya Politicus and Administration, Frank Goodnow berpendapat bahwa ada dua fungsi pokok pemerintahan yang amat berbeda satu sama lain. Dua fungsi pokok tersebut ialah politik dan administrasi sebagaimana yang ditulis dalam judul bukunya. Politik menurut Goodnow harus membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan atau melahirkan keinginan-keinginan negara. Sementara Administrasi diartikan sebagai hal yang harus berhubungan dengan pelaksanaan kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut. Dengan demikian pemisahan kekuasaan memberikan dasar perbedaan antara politik dan administrasi. Badan legislatif dengan ditambah kemampuan penafsiran dari badan yudikatif mengemukakan keinginan-keinginan negara dan kebijaksanaan formal. Sedangkan badan eksekutif mengadministrasikan kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut secara adil dan tidak memihak kepada salah satu kekuatan politik.
Ini berarti penekanan paradigma I ini adalah pada locus-nya, yakni mempermasalahkan dimana seharusnya administrasi negara ini berbeda. jelas disini Gordon dan pengikut-pengikutnya berpendapat (dalam Thoha. 2010:19) bahwa administrasi negara seharusnya berpusat pada birokrasi pemerintahan. Sementara itu, walaupun badan legislatif dan yudikatif mempunyai juga kegiatan administrasi dalam jumlah tertentu, namun fungsi pokok dan tanggung jawab tetap menyampaikan keinginan-keinginan begara. Inisial legitimasi yang konseptual tentang locus ini memberi pusat pengertian atau defenisi dari bidang administrasi. Selanjutnya kaitannya dengan focus paradigma pertama ini ialah timbulnya suatu persoalan diantara kalangan akademisi dan praktisi mengenai dikotomi politik-administrasi. Sayangnya menurut keban (2008:32), dalam paradigma ini ditekankan pada aspek locus saja yaitu government bureuaucracy, tetapi focus atau metode apa yang harus dikembangkan dalam administrasi kurang dibahas secara jelas dan terperinci.
Paradigma II (1927-1937), disebut sebagai paradigma prinsip-prinsip administrasi. Dalam paradigma ini fokus administrasi negara ialah penekanan pada prinsip-prinsip administrasi negara yang dianggap berlaku secara universal pada setiap bentuk organisasi dan setiap lingkungan sosial budaya.
Tahun 1927, W.F. WILLoughby menerbitkan bukunya yang berjudul Principles Of Public Administration. Buku ini merupakan buku teks kedua yang membahas secara penuh dibidang administrasi negara. Menurut WILLoughby, prinsip administrasi negara memberi indikasi terhadap trend baru dari perkembangan bidang ini, sekaligus membuktikan bahwa prinsip-prinsip itu ada dan dapat dipelajari. Dengan demikian, administrator-administrator bisa menjadi ahli dan cakap dalam pekerjaannya, kalau mereka mau mempelajari bagaimana menerapkan prinsip-prinsip tersebut. (Thoha: 2010:21).
Selanjutnya dikemukakan oleh Thoha bahwa pada fase kedua ini, administrasi negara benar-benar mencapai puncak reputasinya. Sekitar tahun 1930-an, administrasi banyak mendapat sumbangan yang berharga dari bidang-bidang lainnya seperti industri dan pemerintahan. Sehingga dengan demikian, pengembangan pengetahuan manajemen memberikan pengaruh yang besar terhadap timbulnya prinsip-prinsip administrasi tersebut. Itulah sebab focus dari paradigma ini mudah diketahui yakni berada pada esensi prinsip-prinsip tersebut. Sesungguhnya walaupun administrasi itu sebenrnya bisa berada dimana saja akan tetapi karena prinsip adalah prinsip dan administrasi adalah administrasi, maka menurut paradigma ini administrasi negara mempunyai suatu prinsip tertentu.
Prinsip administrasi negara yang dimaksudkan tersebut ialah adanya suatu kenyataan, bahwa administrasi negara bisa terjadi disemua tatanan administrasi tanpa memedulikan kebudayaan, fungsi, lingkungan, misi atau kerangka institusi. Ia bisa diterapkan dan di ikuti di bidang apapun tanpa terkecuali. Kenyaraan ini memberikan penegasan bahwa prinsip-prinsip administrasi tersebut bisa diterapkan dan dipakai oleh negara-negara yang berbeda kebudayaan, lingkungan, fungsi dan atau kerangka institusi. Dengan demikian bisa terjadi administrasi negara dibarat atau ditimur, asalkan prinsip-prinsip tersebut bisa digunakan. (Thoha: 2010:21).
Tahun 1937 merupakan puncak akhir fase paradigma kedua ini. Pada tahun itu Luther H. Gulick dan Lyndall Urwich mengemukakan tulisannya Paper ond the Science of Administration. Menurut Gulick dan Urwich, (dalam Thoha, 2010) prinsip adalah amanat penting bagi administrasi sebagai suatu ilmu. Adapun letak dimana prinsip itu akan dipakai tidak begitu penting. Focus memegang peranan penting dibandingkan atas locus. Prinsip Administrasi yang terkenal dari Gulick dan Urwich ialah POSDCORB (Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, Budgeting). Walaupun sebagian besar orang menamakan masa-masa ini adalah masa "Ortodok Kesiangan" bagi administrasi negara. Akan tetapi inilah cara yang bisa diteliti dari paradigma kedua.
Paradigma III (1950-1970), adalah paradigma administrasi negara sebagai ilmu politik. Menurut paradigma ini tidak sepantasnya ada dikotomi antara politik dan administrasi negara karena memang tidak realistis. Dalam konteks ini, administrasi negara bukannya value free atau dapat berlaku dimana saja tetapi justru dipengaruhi nilai-nilai tertentu. paradigma ini menganggap studi administrasi negara adalah bagian dari ilmu politik, hanya saja berbeda titik beratnya. Ilmu politik berfokus pada proses penyusunan kebijakan kekuatan sosial politik di luar birokrasi, administrasi negara berfokus pada penyusunan kebijakan dalam tubuh birokrasi, tetapi tidak terlepas dari sistem politik yang berlaku. (Ibrahim, 2009:6).
Terkait dengan itu Thoha (2010), secara singkat dikatakan bahwa fase paradigma ketiga ini merupakan suatu usaha untuk menetapkan kembali hubungan konseptual antara administrasi negara dengan ilmu politik. Akan tetapi, konsekuensi dari usaha ini adalah keharusan untuk merumuskan bidang ini paling sedikit dalam hubungannya dengan focus keahliannya yang esensial. Itulah sebabnya tulisan-tulisan administrasi negara dalam tahun 1950-an penekanan pembicaraannya pada wilayah kepentingan (area of interest) atau sebagai sinonim dari ilmu politik.
Paradigma IV (1956-1970), adalah paradigma administrasi negara sebagai ilmu administrasi. Paradigma ini menganggap bahwa ilmu administrasi negara sebagai ilmu politik, perlu dikembangkan lebih lanjut dua aspek yang harmonis yaitu pengembangan ilmu administrasi secara murni berdasarkan psikologi sosial, aspek lain mengenai seluk beluk kebijakan publik. (Ibrahim, 2009:6).
Berbeda dengan Thoha (2010) istilah ilmu administrasi dipergunakan dalam paradigma IV ini untuk menunjukan isi dan fokus pembicaraan. Dalam Ilmu ini terdapat pula pembahasan mengenai ilmu organisasi dan ilmu manajemen.
Sebagai suatu paradigma, pada fase ini ilmu administrasi hanya memberikan focus, tetapi tidak pada locus-nya. Ia menawarkan teknik-teknik dan bahkan sering kali teknik-teknik yang canggih dan memerlukan keahlian dan spesialisasi, tetapi untuk institusi apa, teknik-teknik keahlian tersebut seharusnya diterapkan bukannya menjadi rumusan perhatian dari ilmu ini. Sebagaimana yang dibahas pada paradigma II di awal, administrasi adalah administrasi dimanapun ia dapat dijumpai, fokus lebih utama daripada locus-nya.
Dalam pandangan Thoha (2010) paradigma IV ini dalam perjalanan materi meniti langkahnya bukan tidak mempunyai persoalan. Banyak persoalan-persoalan yang perlu dijawab seperti misalnya jika fokus tunggal telah dipilih oleh administrasi negara, yakni ilmu administrasi, apakah ia masih berhak berbicara publik (negara) dalam administrasi tersebut, ilmu administrasi tidak lagi mempunyai prinsip-prinsip umum karena prinsip-prinsip tersebut telah diganti menjadi prinsip organisasi dan manajemen yang spesifik. Jika suatu ketika akan bertukar fokusnya misalnya mau menekankan pada ilmu politik lagi akan tetaplah administrasi negara sebagai bagian dari ilmu administrasi.
Thoha memberikan kesimpulan tentang paradigma IV bahwa negara dalam administrasi negara janganlah ditafsirkan secara filosofis, normatif, dan etis. Negara dalam hal tersebut akan menjadi suatu yang mempunyai pengaruh terhadap kepentingan masyarakat. Dengan demikian locus dari istilah administrasi negara dalam pula mencakup pengertian swasta.
Paradigma V (1970-Sekarang), merupakan paradigma terakhir yang disebut sebagai administrasi negara sebagai administrasi. Keban (2008:33) mengemukakan bahwa paradigma ini merupakan pembaruan terhadap paradigma-paradigma sebelumnya. Paradigma ini telah memiliki focuk yang jelas. Fokus administrasi negara mencakup teori-teori organisasi, analisis kebijakan publik, teknik-teknik administrasi dan manajemen modern, berbagai persoalan dalam birokrasi pemerintahan dan persoalan-persoalan kebutuhan serta aspirasi masyarakat. sedangkan locus-nya adalah masalah-masalah dan kepentingan publik.
Dari uraian diatas, penulis berpendapat bahwa dengan adanya pergeseran paradigma administrasi negara, maka fokus dan lokus bidang kajian dari administrasi negara telah semakin jelas yakni bidang kajian kebijakan publik.
Demikianlah perkembangan administrasi negara baik diikuti lewat sejarahnya maupun lewat perkembangan paradigma. Kesemuanya berlatar belakang empiris dari negara Eropa dan Amerika Serikat. Karena dari sanalah ilmu ini mulai dikembangkan. Belajar dari pengalaman mereka kita petik yang dianggap baik dan bisa diterapkan dalam pertumbuhan administrasi negara kita. (Thoha, 2010:32).
-------------------------------
DAFTAR RUJUKAN
Dr. Arifin Tahir, M. (2011). Kebijakan Publik dan Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Cetakan Pertama ed.). (H. Hadjarati, Penyunt.) Kemayoran, Indonesia, Jakarta Pusat: PT. Pustaka Indonesia Press.
Perkembangan atau pergeseran paradigma secara garis besar dikemukakan Keban (2008:31), bahwa telah terjadi lima paradigma dalam administrasi negara, diuraikan sebagai berikut:
Paradigma I (1926-1990), dikenal sebagai paradigma Dikotomi Politik dan Administrasi. Pemisahan antara politik dan administrasi dimanifestasikan oleh pemisahan antara legislatif yang bertugas mengekspresikan kehendak rakyat, dengan badan eksekutif yang bertugas mengimplementasikan kehendak rakyat. Badan Yudikatif dalam hal ini berfungsi membantu badan legislatif dalam menentukan tujuan dan merumuskan kebijakan. Senada dengan itu Ibrahim (2009:5), fokus administrasi negara terbatas pada masalah-masalah organisasi pemerintahan, sedangkan masalah pemerintahan, politik, dan kebijakan merupakan subtansi ilmu politik.
Sebagai Tonggak sejarah yang dapat dipergunakan sebagai momentum fase paradigma ini ialah tulisan dari Frank J. Goodnow dan Lenald D. White (dalam Thoha:2010:18), bahwa didalam bukunya Politicus and Administration, Frank Goodnow berpendapat bahwa ada dua fungsi pokok pemerintahan yang amat berbeda satu sama lain. Dua fungsi pokok tersebut ialah politik dan administrasi sebagaimana yang ditulis dalam judul bukunya. Politik menurut Goodnow harus membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan atau melahirkan keinginan-keinginan negara. Sementara Administrasi diartikan sebagai hal yang harus berhubungan dengan pelaksanaan kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut. Dengan demikian pemisahan kekuasaan memberikan dasar perbedaan antara politik dan administrasi. Badan legislatif dengan ditambah kemampuan penafsiran dari badan yudikatif mengemukakan keinginan-keinginan negara dan kebijaksanaan formal. Sedangkan badan eksekutif mengadministrasikan kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut secara adil dan tidak memihak kepada salah satu kekuatan politik.
Ini berarti penekanan paradigma I ini adalah pada locus-nya, yakni mempermasalahkan dimana seharusnya administrasi negara ini berbeda. jelas disini Gordon dan pengikut-pengikutnya berpendapat (dalam Thoha. 2010:19) bahwa administrasi negara seharusnya berpusat pada birokrasi pemerintahan. Sementara itu, walaupun badan legislatif dan yudikatif mempunyai juga kegiatan administrasi dalam jumlah tertentu, namun fungsi pokok dan tanggung jawab tetap menyampaikan keinginan-keinginan begara. Inisial legitimasi yang konseptual tentang locus ini memberi pusat pengertian atau defenisi dari bidang administrasi. Selanjutnya kaitannya dengan focus paradigma pertama ini ialah timbulnya suatu persoalan diantara kalangan akademisi dan praktisi mengenai dikotomi politik-administrasi. Sayangnya menurut keban (2008:32), dalam paradigma ini ditekankan pada aspek locus saja yaitu government bureuaucracy, tetapi focus atau metode apa yang harus dikembangkan dalam administrasi kurang dibahas secara jelas dan terperinci.
Paradigma II (1927-1937), disebut sebagai paradigma prinsip-prinsip administrasi. Dalam paradigma ini fokus administrasi negara ialah penekanan pada prinsip-prinsip administrasi negara yang dianggap berlaku secara universal pada setiap bentuk organisasi dan setiap lingkungan sosial budaya.
Tahun 1927, W.F. WILLoughby menerbitkan bukunya yang berjudul Principles Of Public Administration. Buku ini merupakan buku teks kedua yang membahas secara penuh dibidang administrasi negara. Menurut WILLoughby, prinsip administrasi negara memberi indikasi terhadap trend baru dari perkembangan bidang ini, sekaligus membuktikan bahwa prinsip-prinsip itu ada dan dapat dipelajari. Dengan demikian, administrator-administrator bisa menjadi ahli dan cakap dalam pekerjaannya, kalau mereka mau mempelajari bagaimana menerapkan prinsip-prinsip tersebut. (Thoha: 2010:21).
Selanjutnya dikemukakan oleh Thoha bahwa pada fase kedua ini, administrasi negara benar-benar mencapai puncak reputasinya. Sekitar tahun 1930-an, administrasi banyak mendapat sumbangan yang berharga dari bidang-bidang lainnya seperti industri dan pemerintahan. Sehingga dengan demikian, pengembangan pengetahuan manajemen memberikan pengaruh yang besar terhadap timbulnya prinsip-prinsip administrasi tersebut. Itulah sebab focus dari paradigma ini mudah diketahui yakni berada pada esensi prinsip-prinsip tersebut. Sesungguhnya walaupun administrasi itu sebenrnya bisa berada dimana saja akan tetapi karena prinsip adalah prinsip dan administrasi adalah administrasi, maka menurut paradigma ini administrasi negara mempunyai suatu prinsip tertentu.
Prinsip administrasi negara yang dimaksudkan tersebut ialah adanya suatu kenyataan, bahwa administrasi negara bisa terjadi disemua tatanan administrasi tanpa memedulikan kebudayaan, fungsi, lingkungan, misi atau kerangka institusi. Ia bisa diterapkan dan di ikuti di bidang apapun tanpa terkecuali. Kenyaraan ini memberikan penegasan bahwa prinsip-prinsip administrasi tersebut bisa diterapkan dan dipakai oleh negara-negara yang berbeda kebudayaan, lingkungan, fungsi dan atau kerangka institusi. Dengan demikian bisa terjadi administrasi negara dibarat atau ditimur, asalkan prinsip-prinsip tersebut bisa digunakan. (Thoha: 2010:21).
Tahun 1937 merupakan puncak akhir fase paradigma kedua ini. Pada tahun itu Luther H. Gulick dan Lyndall Urwich mengemukakan tulisannya Paper ond the Science of Administration. Menurut Gulick dan Urwich, (dalam Thoha, 2010) prinsip adalah amanat penting bagi administrasi sebagai suatu ilmu. Adapun letak dimana prinsip itu akan dipakai tidak begitu penting. Focus memegang peranan penting dibandingkan atas locus. Prinsip Administrasi yang terkenal dari Gulick dan Urwich ialah POSDCORB (Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, Budgeting). Walaupun sebagian besar orang menamakan masa-masa ini adalah masa "Ortodok Kesiangan" bagi administrasi negara. Akan tetapi inilah cara yang bisa diteliti dari paradigma kedua.
Paradigma III (1950-1970), adalah paradigma administrasi negara sebagai ilmu politik. Menurut paradigma ini tidak sepantasnya ada dikotomi antara politik dan administrasi negara karena memang tidak realistis. Dalam konteks ini, administrasi negara bukannya value free atau dapat berlaku dimana saja tetapi justru dipengaruhi nilai-nilai tertentu. paradigma ini menganggap studi administrasi negara adalah bagian dari ilmu politik, hanya saja berbeda titik beratnya. Ilmu politik berfokus pada proses penyusunan kebijakan kekuatan sosial politik di luar birokrasi, administrasi negara berfokus pada penyusunan kebijakan dalam tubuh birokrasi, tetapi tidak terlepas dari sistem politik yang berlaku. (Ibrahim, 2009:6).
Terkait dengan itu Thoha (2010), secara singkat dikatakan bahwa fase paradigma ketiga ini merupakan suatu usaha untuk menetapkan kembali hubungan konseptual antara administrasi negara dengan ilmu politik. Akan tetapi, konsekuensi dari usaha ini adalah keharusan untuk merumuskan bidang ini paling sedikit dalam hubungannya dengan focus keahliannya yang esensial. Itulah sebabnya tulisan-tulisan administrasi negara dalam tahun 1950-an penekanan pembicaraannya pada wilayah kepentingan (area of interest) atau sebagai sinonim dari ilmu politik.
Paradigma IV (1956-1970), adalah paradigma administrasi negara sebagai ilmu administrasi. Paradigma ini menganggap bahwa ilmu administrasi negara sebagai ilmu politik, perlu dikembangkan lebih lanjut dua aspek yang harmonis yaitu pengembangan ilmu administrasi secara murni berdasarkan psikologi sosial, aspek lain mengenai seluk beluk kebijakan publik. (Ibrahim, 2009:6).
Berbeda dengan Thoha (2010) istilah ilmu administrasi dipergunakan dalam paradigma IV ini untuk menunjukan isi dan fokus pembicaraan. Dalam Ilmu ini terdapat pula pembahasan mengenai ilmu organisasi dan ilmu manajemen.
Sebagai suatu paradigma, pada fase ini ilmu administrasi hanya memberikan focus, tetapi tidak pada locus-nya. Ia menawarkan teknik-teknik dan bahkan sering kali teknik-teknik yang canggih dan memerlukan keahlian dan spesialisasi, tetapi untuk institusi apa, teknik-teknik keahlian tersebut seharusnya diterapkan bukannya menjadi rumusan perhatian dari ilmu ini. Sebagaimana yang dibahas pada paradigma II di awal, administrasi adalah administrasi dimanapun ia dapat dijumpai, fokus lebih utama daripada locus-nya.
Dalam pandangan Thoha (2010) paradigma IV ini dalam perjalanan materi meniti langkahnya bukan tidak mempunyai persoalan. Banyak persoalan-persoalan yang perlu dijawab seperti misalnya jika fokus tunggal telah dipilih oleh administrasi negara, yakni ilmu administrasi, apakah ia masih berhak berbicara publik (negara) dalam administrasi tersebut, ilmu administrasi tidak lagi mempunyai prinsip-prinsip umum karena prinsip-prinsip tersebut telah diganti menjadi prinsip organisasi dan manajemen yang spesifik. Jika suatu ketika akan bertukar fokusnya misalnya mau menekankan pada ilmu politik lagi akan tetaplah administrasi negara sebagai bagian dari ilmu administrasi.
Thoha memberikan kesimpulan tentang paradigma IV bahwa negara dalam administrasi negara janganlah ditafsirkan secara filosofis, normatif, dan etis. Negara dalam hal tersebut akan menjadi suatu yang mempunyai pengaruh terhadap kepentingan masyarakat. Dengan demikian locus dari istilah administrasi negara dalam pula mencakup pengertian swasta.
Paradigma V (1970-Sekarang), merupakan paradigma terakhir yang disebut sebagai administrasi negara sebagai administrasi. Keban (2008:33) mengemukakan bahwa paradigma ini merupakan pembaruan terhadap paradigma-paradigma sebelumnya. Paradigma ini telah memiliki focuk yang jelas. Fokus administrasi negara mencakup teori-teori organisasi, analisis kebijakan publik, teknik-teknik administrasi dan manajemen modern, berbagai persoalan dalam birokrasi pemerintahan dan persoalan-persoalan kebutuhan serta aspirasi masyarakat. sedangkan locus-nya adalah masalah-masalah dan kepentingan publik.
Dari uraian diatas, penulis berpendapat bahwa dengan adanya pergeseran paradigma administrasi negara, maka fokus dan lokus bidang kajian dari administrasi negara telah semakin jelas yakni bidang kajian kebijakan publik.
Demikianlah perkembangan administrasi negara baik diikuti lewat sejarahnya maupun lewat perkembangan paradigma. Kesemuanya berlatar belakang empiris dari negara Eropa dan Amerika Serikat. Karena dari sanalah ilmu ini mulai dikembangkan. Belajar dari pengalaman mereka kita petik yang dianggap baik dan bisa diterapkan dalam pertumbuhan administrasi negara kita. (Thoha, 2010:32).
-------------------------------
DAFTAR RUJUKAN
Dr. Arifin Tahir, M. (2011). Kebijakan Publik dan Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Cetakan Pertama ed.). (H. Hadjarati, Penyunt.) Kemayoran, Indonesia, Jakarta Pusat: PT. Pustaka Indonesia Press.