Baca Juga
Relasi Kekuasaan
Dalam hubungan antara manusia maupun antara kelompok sosial selalu tersimpul pengertian-pengertian kekuasaan dan wewenang. Kekuasaan terdapat di semua bidang kehidupan. Kekuasaan mencakup kemampuan untuk memerintah (agar yang diperintah patuh) dan juga untuk memberi keputusan-keputusan yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi tindakan-tindakan pihak lain.
Hubungan kekuasaan merupakan suatu bentuk hubungan sosial yang menunjukan hubungan yang tidak setara (Asymetric Relationship), hal ini disebabkan dalam kekuasaan terkandung unsur "pimpinan" (Direction) atau apa yang oleh Weber disebut "pengawas yang mengandung perintah" (Imperative Control). Dalam hubungan dengan unsur inilah hubungan kekuasaan menunjukan hubungan antara apa yang oleh Leon Daguit disebut "perintah" (Gouvernants) dan "yang diperintah" (Gouvernes). (Poilinggomang, 2004:138).
Max Weber mengatakan, kekuasaan (Power) adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri, dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan tertentu. Hak milik kebendaan dan kedudukan adalah sumber kekuasaan. Birokrasi juga merupakan sumber kekuasaan, disamping kemampuan khusus dalam bidang ilmu-ilmu pengetahuan ataupun atas dasar peraturan-peraturan hukum tertentu. Jadi kekuasaan terdapat dimana-mana, dalam hubungan sosial maupun dalam organisasi-organisasi sosial. (Soekanto, 2003:268).
Terkait dengan kekuasaan dalam pemerintahan desa, Max Weber (dalam Jhonson, 1994:227-231), membagi kekuasaan dalam tiga tipe, yaitu:
Max Weber mengatakan, kekuasaan (Power) adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri, dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan tertentu. Hak milik kebendaan dan kedudukan adalah sumber kekuasaan. Birokrasi juga merupakan sumber kekuasaan, disamping kemampuan khusus dalam bidang ilmu-ilmu pengetahuan ataupun atas dasar peraturan-peraturan hukum tertentu. Jadi kekuasaan terdapat dimana-mana, dalam hubungan sosial maupun dalam organisasi-organisasi sosial. (Soekanto, 2003:268).
Terkait dengan kekuasaan dalam pemerintahan desa, Max Weber (dalam Jhonson, 1994:227-231), membagi kekuasaan dalam tiga tipe, yaitu:
- Kekuasaan Tradisional, yaitu kekuasaan yang bersumber dari tradisi masyarakat yang berbentuk kerajaan dimana status dan hak para pemimpin sangat ditentukan oleh adat kebiasaan. Tipe jenis ini melembaga dan diyakini memberi manfaat ketentraman pada warga.
- Kekuasaan Kharismatik. Tipe yang keabsahannya berdasarkan pengakuan terhadap kualitas istimewa dan kesetiaan kepada individu tertentu serta komunitas bentukannya. Tipe ini dimiliki oleh seseorang karena kharisma kepribadiannya. Kekuasaan tipe ini akan hilang atau berkurang apabila yang bersangkutan melakukan kesalahan fatal. Selain itu, juga dapat hilang apabila pandangan atau paham masyarakat berubah.
- Kekuasaan Rasional-Legal, yaitu kekuasaan yang berlandaskan sistem yang berlaku. Bahwa semua peraturan ditulis dengan jelas dan diundangkan dengan tegas serta batas wewenang para pejabat atau penguasa ditentukan oleh aturan main. Kepatuhan serta kesetiaan tidak ditunjukan kepada pribadi pemimpin, melainkan kepada lembaga yang bersifat impersonal. Dalam masyarakat demokratis kedudukan wewenang berupa sistem birokrasi, dan ditetapkan untuk jangka waktu yang terbatas (Periode). Hal ini untuk mencegah peluang yang berkuasa menyalahgunakan kekuasaanya sekaligus menjamin kepentingan masyarakat atas kewenangan legal tersebut.